FITRAH
MANUSIA DENGAN TEORI EMPIRIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara
campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti
"manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan,
mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
teruta-swma berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa
berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu
merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada
dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang
benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan Islam.
Maka ketika manusia tergelincir berbuat kejahatan yang menghinakan
dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan agamanya, Allah mengingatkan
mereka melalui firmannya. Dalam Q. S. al-Rum: 30 ditegaskan: “Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Rasulullah SAW melalui salah satu hadisnya juga menyebutkan bahwa
pada dasarnya setiap anak manusia dilahirkan dalam keadaan suci, tak bernoda.
Rasul menegaskan: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Maka tergantung
pada kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak seorang Yahudi, Nashrani, atau
Majusi”.
B. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud pendidikan ?
- Apa itu fitrah manusia ?
- Bagaimana kaitan teori empiris dengan fitrah manusia ?
C. Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui arti pendidikan.
- Untuk mengetahui fitrah manusia.
- Untuk mengetahui kaitan teori empiris dengan fitrah manusia.
BAB II
PENDAHULUAN
A.
Fitrah Manusia
1. Fitrah
Fitrah berasal dari akar kata f-t-r
dalam bahasa Arab yang berarti membuka atau menguak. Fitrah sendiri mempunyai makna
asal kejadian, keadaan yang suci dan kembali ke asal.
Pada hakekatnya, dalam diri manusia
ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan
jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam
lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus
mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya,
fitrah yang diajarkan Islam.
Maka ketika manusia tergelincir
berbuat kejahatan yang menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai
kemanusiaan dan agamanya, Allah mengingatkan mereka melalui firmannya. Dalam Q.
S. al-Rum: 30 ditegaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Rasulullah SAW melalui salah satu
hadisnya juga menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap anak manusia dilahirkan
dalam keadaan suci, tak bernoda. Rasul menegaskan: “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan suci. Maka tergantung pada kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi”.
2.
Manusia
Manusia atau orang dapat diartikan
berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara
campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti
"manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan,
mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
teruta-swma berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama
adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal
sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah
berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak
penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna
kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama
(penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ),
hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri,
keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.
3.
Hakikat Manusia
Jelaskan bahwa manusia sebagai mahluk social memiliki
fungsi biologis, proteksi, sosialisasi/pendidikan. Supportive dan ekspresive.
Dari fungsi-fungsi ini diharapkan bukan saja menjadi landasan, materi kegiatan
dan bahkan pendekatan/ proses-proses dalam merancang, mengoperasikan,
mengevaluasi program pendidikan non formal.
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial.
c. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha
untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih
baik untuk ditempati
f.
Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
4.
Perkembangan Kognitif Manusia
Pada tahap ini, bayi melihat kepada hubungan antara
badannya dengan persekitaran. Kebolehan deria motornya berkembang dari semasa
ke semasa. Bayi tersebut mempelajari tentang dirinya dengan melihat, menyentuh,
dan mendengar di sekelilingnya kemudian menirunya. Kebolehan untuk meniru
tingkah laku dikenali sebagai pembelajaran melalui pemerhatian (observational
learning) (Mussen dan Kagan, 1974). Dalam perkembangan sensorimotor ini,
terdapat enam sub tahap yang dikategorikan dengan melihat perkembangan
kebolehan tertentu pada umur yang tertentu.
Menurut Piaget, perkembangan yang paling penting di
tahap ini ialah penggunaan bahasa. Kanak-kanak yang berada di tahap ini mula
menggunakan simbol di dalam permainan, contohnya mengandaikan buku sebagai
kereta apabila ditolak di atas lantai. Namun begitu, dari segi kualiti,
pemikiran kanak-kanak masih lagi di tahap yang rendah berbanding dengan orang
dewasa. Contohnya, pemikiran kanak-kanak adalah egosentrik di mana, di dunia
ini, keseluruhannya dilihat hanya dari perspektif mereka sahaja.
Tahap ketiga Piaget dikenali sebagai tahap operasi
konkrit iaitu berlaku semasa kanak-kanak berusia 7 hingga 11 tahun. Pada tahap
ini, kanak-kanak tidak lagi berfikir secara egosentrik seperti yang berlaku
pada tahap praoperasi. Perasaan ingin tahu menjadikan kanak-kanak pada tahap
ini akan gemar bertanyakan sesuatu yang menarik minat mereka kepada orang yang
lebih dewasa. Berkembangnya semangat inkuiri ini seterusnya menyebabkan mereka
mula menerima pendapat orang lain. Kanak-kanak akan mula belajar bermain dan
bergaul dengan rakan-rakan yang sebaya kerana pada tahap ini mereka akan mula
memasuki zaman persekolahan.
Satu lagi perubahan yang dapat dilihat ialah mereka
sedikit demi sedikit sudah mula memahami unsur-unsur pemikiran logik. Mereka
faham akan konsep-konsep nombor, berat, susunan dan padatan. mereka juga faham
akan konsep pengekalan sesuatu benda atau objek. Walaubagaimanapun, kanak-kanak
pada umur sebegini masih belum memahami atau menaakul tentang perkara-perkara
yang abstrak seperti konsep kenegaraan, ketuhanan, makna hidup dan sebagainya.
Mereka hanya memahami konsep-konsep yang konkrit atau objektif seperti
mengenali haiwan, tumbuhan dan sebagainya.
d.
Tahap Operasi Formal (12 tahun hingga dewasa)
Pada tahap ini anak mulai berfikir secara kritis sehingga
bisa memecahkan suatu masalah yang mana itu semua menjadikan ia bersifat
dewasa.
B. Pendidikan
1. Pengertian pendidikan
Usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spriritual,keagamaan,pengendaliandiri,kepribadian,kecerdasan , akhlaq mulia
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsanya. ( UU sisdiknas bab I, pasal 1).
Pendidikan, seperti sifat sasarannya
yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena
sifatnya yang komplek itu maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai
untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang pendidikan
yang dibuat oleh par ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbed yang satu
dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasr
yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang
melandasinya.
Dibawah ini dikemukakan beberapa
batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya :
a.
Pendidikan Sebagai Proses
Transformasi Budaya
b.
Pendidikan Sebagi Proses Pembentukan
Pribadi
c.
Pendidikan Sebagai Proses penyiapan
Warga Negara
d.
Pendidikan Sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
e.
Definisi Pendidikan Menurut GBHN
2.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada
segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan.
Ikut serta mencerdaskan kehidupan
bangsa ( UUD 1945) dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan
kehidupan individu.secara umum dan sangat mendasar.
Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia
muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani itulah yang menjelma dalam
semua perbuatan mendidik. Pendidikan dipandang sebagai komunikasi keberadaan
(eksistensi) manusiawi yang otentik kepada manusia muda, agar
dimiliki,dilanjutkan dan disempurnakan. Komunikasi ini terlaksana dalam
kesatuan antar pribadi antara pendidik dan anak didik.
3.
Aliran Pendidikan
a.
Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari
Lockean Tradition yang mementinggkan stimulasi eksternal dalam perkembangan
manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulant-stimulan.
b.
Aliran Nativisme
Aliran nativisme bertolak dari
Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengarung terhadap
perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperoleh sejak kelahiran.
c.
Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya
dengan nativisme adalah aliran naturalism yang dipelopori oleh seorang filsuf
Prancis J.J Rousseau (1712-1778).
Berbeda dengan Schopenhauer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru
dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak
karena dipengaruhi oleh lingkungan.
d.
Aliran Konvergensi
Printis aliran ini adalah William
Stren (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak,
baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang
sangat penting
C.
Teori Empiris Kaitannya dengan
Fitrah Manusia
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk
senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani
manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati
manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan
agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan
Islam.
Maka ketika manusia tergelincir berbuat kejahatan yang
menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan agamanya,
Allah mengingatkan mereka melalui firmannya. Dalam Q. S. al-Rum: 30 ditegaskan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”
Rasulullah saw. melalui salah satu hadisnya juga
menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap anak manusia dilahirkan dalam keadaan
suci, tak bernoda. Rasul menegaskan: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
suci. Maka tergantung pada kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak seorang Yahudi, Nashrani, atau
Majusi”.
Dari dua landasan teologis di atas, jelaslah bahwa
dalam diri manusia ada potensi bersih dan suci. Prinsip kebaikan ini diakui
oleh seluruh umat manusia, sedangkan kejahatan akan senantiasa mengantarkan
manusia menuju kehinaan dan kesengsaraan.
Ironisnya, banyak di antara kita yang melupakan fitrah insaniyah (kemanusiaan) kita. Sebagian besar kita justru dipengaruhi, bahkan dikuasai oleh nafsu. Kita menjadikan nafsu sebagai ilah (tuhan) dalam kehidupan ini. Padahal Allah SWT secara tegas mengecam para budak ‘nafsu’ dengan firman-Nya: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.” (Q.S. Al-Furqan: 43-44)
Ironisnya, banyak di antara kita yang melupakan fitrah insaniyah (kemanusiaan) kita. Sebagian besar kita justru dipengaruhi, bahkan dikuasai oleh nafsu. Kita menjadikan nafsu sebagai ilah (tuhan) dalam kehidupan ini. Padahal Allah SWT secara tegas mengecam para budak ‘nafsu’ dengan firman-Nya: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya.” (Q.S. Al-Furqan: 43-44)
Betapa nista dan hinanya gelar yang disematkan Allah
SWT kepada para pemuja nafsu. Mereka diibaratkan seperti binatang, bahkan jauh
lebih hina dari binatang tersebut. Dan jelas, tempat yang telah disiapkan bagi
mereka adalah neraka Jahannam (Q. S. Al-A’raf: 179)
Bagi manusia yang masih sadar akan eksistensi
kemanusiaannya, tentu ia tidak mau direndahkan derajatnya, ia akan
mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha
meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya. Tetapi bagi mereka yang
telah dibutakan mata hatinya oleh dekapan nafsu, ia akan terlena dan terbuai,
tidak memedulikan lagi fitrah kemanusiaannya yang suci. Ia akan terlelap dalam
bisikan nafsu, sampai akhirnya maut datang menjemputnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fitrah berasal dari akar kata f-t-r
dalam bahasa Arab yang berarti
membuka atau menguak. Fitrah sendiri mempunyai makna asal kejadian, keadaan
yang suci dan kembali ke asal.
Manusia atau orang dapat diartikan
berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan
sebagai Homo sapiens (Bahasa
Latin yang berarti "manusia yang
tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spriritual,keagamaan,pengendaliandiri,kepribadian,kecerdasan , akhlaq mulia
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsanya. ( UU sisdiknas bab I, pasal 1).
Tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada
segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan.
Aliran Pendidikan
-
Aliran Empirisme
-
Aliran Nativisme
-
Aliran Naturalisme
-
Aliran Konvergensi
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk
senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani
manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati
manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan
agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang
diajarkan Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. Umar Tirtarahardja. Drs. S. L. La Sulo, 2005, Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Asdi
Mahasatya
Buchori, Mochtar. 1994. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia:
Yogyakarka. Tiara Wacana Yogya
Rochaety, Eti dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Idris, Zahara dan Jamal, Lisma. 1992. Pengantar Pendidikan 2.
Jakarta: PT Grasindo